Upacara Karia
Pada
Masyarakat Muna terdapat upacara lingkaran hidup dalam kehidupan individunya,
yang dimulai dari upacara kelahiran sampai sampai pada upacara kematian. Untuk
melaksanaka upacara tersebut seorang individu harus melalui tahap-tahap. Salah
satu tahap tersebut adalah tahap peralihan masa kanak-kanak kemasa dewasa
khususnya wanita ada upacara yang mereka sebut upacara Karia.
Upacara
karia merupakan upacara yang sangat penting dalam rangka upacara-upacara adat
disepanjang hidup individu pada masyarakat Muna. Upacara karia merupakan
upacara inisiasi yang dilakukan kepada setiap wanita yang memasuki usia dewasa.
Menurut pemahaman Masyarakat Muna, bahwa seorang wanita tidak boleh menikah
jika belum melalui proses upacara Karia. Jika dilanggar, akan merasa tersisih
dan akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Tradisi Kasambu
Tradisi
Kasambu merupakan tradisi turun temurun yang diadakan oleh masyarakat suku
Muna, Sulawesi Tenggara. Tradisi ini merupakan bentuk syukuran terhadap
kesalamatan seorang Istri yang akan melahirakan anaknya. Tradisi ini biasa
diadakan menjelang kelahiran, biasanya pada bulan ke-7 atau bulan ke-8. Prosesi
kasambu dimulai dengan kedua pasangan suami -istri saling menyuapi. Sekali
menyuap harus dimakan satu kali atau dihabisi, bila tidak maka sisanya
diberikan kepada anak disekitarnya yang telah dipersiapkan. Anak yang
dipersiapkan ini diambil dari keluarga dekat. Pekerjaan menyuapi kemudian
dilanjutkan oleh anggota keluarga lain kepada pasangan tersebut. Makna lahiryah
prosesi ini, yaitu menyatukan kedua keluarga pihak suami dan istri, sedangkan
makna batinyah merupakan wahana perkenalan bagi si janin terhadap lingkungan
keluarga kelak ia akan dilahirkan. Tradisi ini ditutup dengan pembacaan doa
selamat yang dipimpin oleh seorang pejabat agama setempat/pemuka agama/imam.
1. Prosesi ritual dan
makna dimandikannya jenazah
Pada masyarakat suku Muna sebelum
dimandikan oleh pegawai sara peratama sekali ketika mendiang atau allmarhum
menghembuskan nafas terakhirnya terlebih dahulu dimandikan oleh keluarganya
yang biasa di sebut kalingkita (mandi pertama) dengan
dihantarkan pembacaan ayat suci al-qur’an . Setelah itu dimandikan oleh pegawai
sara dengan beberapa ketentuan.
Dalam tata cara memandikan jenazah
yaitu sesuai dengan yang di anjurkan oleh agama. Pada masyarakat
suku muna, proses memandikan jenazah ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
yaitu:
a. Menyediakan
air yang suci dan mensucikan, secukupnya dan mempersiapkan perlengkapan mandi
seperti handuk, sabun, wangi-wangian, kapur barus, dan lain-lain
b. Mengusahakan
tempat untuk memandikan jenazah yang tertutup
c. Menyediakan
kain kafan secukupnya
d. Orang-orang
yang akan memandikan jenazah itu adalah
keluarga dekat jenazah atau orang-orang yang dapat menjaga rahasia. Jika jenazahnya lelaki maka yang memandikan harus lelaki, demikian juga sebaliknya bila jenazahnya perempuan maka yang memandikanharus perempuan, kecuali suami kepada istrinya atau istri kepada suaminya. Dalam hal ini tidak ada kias seorang anak memandikan orang tuanya yang lain jenis.
keluarga dekat jenazah atau orang-orang yang dapat menjaga rahasia. Jika jenazahnya lelaki maka yang memandikan harus lelaki, demikian juga sebaliknya bila jenazahnya perempuan maka yang memandikanharus perempuan, kecuali suami kepada istrinya atau istri kepada suaminya. Dalam hal ini tidak ada kias seorang anak memandikan orang tuanya yang lain jenis.
Dalam proses memandikan jenazah ini,
dilakukan oleh 7orang yaitu 1orang yang di pimpin oleh pegawai Sara yang di
namakan “mowano sala” yang bertugas menyiramkan air ketubuh jenazah.
“Fokabusano” yaitu orang yang meratakan siraman air ketubuh jenzah di bagian
istinjanya (dubur). “Fodidino” yaitu orang yang mengelap jenazah setelah di
mandikan. Yang 3 lainnya yaitu dinamakan “Fotangono” yang bertugas
menjaga(mempangku)kaki,tengah (bagian perut) dan kepala terhadap jenazah.
2. Prosesi ritual dan
makna dikafani, dan di sholatkannya jenazah
Pada masyrakat suku Muna dalam
pengkafanan jenazah dan di sholatkannya jenazah yaitu sesuai dengan yang
dianjurkan oleh agama, yaitu:
· Tempat
mengkafani diusahakan terlindung dari hujan dan pandangan orang banyak.
· Kain
kafan disusun sebanyak 5 lembar untuk mayat perempuan.Terdiri atas : Dua helai
kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya
· Jenazah
laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan
· Jenazan
wanita dibalut dengan lima helai kain kafan.
Tata cara mensholatkan jenazah:
· Sholat
jenazah dilakukan secara berjamaah.
· Imam
berdiri sejajar menghadap jenazah sejajar dengan bagian kepala bagi
laki-laki dan bagian perut atau punggung jenazah bagi jenazah
perempuan.
3. Prosesi ritual dan
makna dikuburnya jenazah
Dalam proses di kuburnya jenazah,
sebelum diberangkatkan jenazah terlebih dahulu diadakan pembacaan riwayat hidup
allmarhum atau mendiang. Setelah itu diantarkannya jenazah ke ketempat
peristerahatan terakhir(kubur). Sesampai ke tempat pemakaman, maka yang turun
pertama ke liang lahat yaitu Imam dengan di temani 3 orang untuk yang
mengangkat jenazah dan imam untuk mengazankan jenazah dalam liang lahat
tersebut. Kemudian proses penguburan telah selesai dan di sertai dengan
pembacaan doa terakhir bersama imam, keuarga beserta orang- orang yang
mengantar jenazah tersebut.
B. Prosesi ritual dan makna paska setelah
penguburan jenazah pada masyarakat suku Muna
Prosesi
ritual yang diadakan masyarakat suku muna paska setelah penguburan jenazah
yaitu ada beberapa macam ritual seperti:
1. Patai ,(2
hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna, ritual yang berhubungan dengan kematian ada yang dikenal dengan nama patai atau 2 hari setelah penguburan. Ritual ini diadakan dengan acara baca-baca dengan makna di pindahkanna arwah mendiang atau allmarhum ke alamsyahiri.
2. Patai etolo,
(3 hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna setelah pelaksanaan ritual yang dinamakan patai, setelah itu di lanjutkan dengan prosesi ritual yang dinamakan patai etolu (3 hari setelah penguburan). Dal ritual tersebut seperti biasa di adakan acara bacaan ayat suci al-qur’an dan baca-baca yang dimaknai dengan di pindahkannya arwah allmarhum atau mendiang kealam bradja.
3. Patai efitu, (7
hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna setelah pelaksanaan prosesi ritualpatai etolu, setelah itu ada yang di namakan dengan patai efitu. Dalam prosesi tersebut yang dilakukan sama seperti proses-proses yang di atas yang di maknai dengan di pindahkannya arwah almarhum atau mendiang kealam alakad . setelah prosesi hari ketujuh ini, diadakan prosesi yang di namakan kakadiu (mandi-mandi) oleh keluarga almarhum. Setelah itu diadakannya ziarah kubur yang bertujuan kafealaino efitu.
4. Kafongkorano
dhuma , (malam jum’at-an)
Ritual ini di laksanakan pada setiap kamis malam setelah prosesi ritual efitu (7 hari) dilaksanakan. Ritual ini biasanya sampai paska proses ritual fatofulugha (40 hari), ada juga sebagian masyarakat suku Muna melaksanakan kadhuma ini sampai paska 100 hari dilaksanakan, guna untuk mendoakan arwah mendiang atau allmarhum diterima sholatnya.
5. Fatofulugha,
(40 hari setelah penguburan)
Prosesi fatofulugha (40 hari setelah penguburan) ini di adakan dengan makna di pindahkannya arwah allmarhum kea lam arwah . prosesi ini sama pula di laksanakan dengan prosesi-prosesi sebelumnya. Acara 40 hari ini di adakan penempatan nisan di makan allmarhum atau mendiang (alano bata).
6. Kabhotu, (100
hari setelah penguburan)
Pada masyarakat suku Muna, yang berhubungan dengan kematian ada pula yang di kenal dengan nama kabhotu atau seratus hari setelah penguburan. Ritual ini di adakan dengan makna dipindahkannya arwah allmarhum kealam istisan. Kabhotu artinya pemutusan yang maksudnya diputuskannya hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang hidup. Karena, tidak ada lagi hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang masih hidup. Ritual Kabhotu ini pula merupakan ritual terakhir yang dilakukan masyarakat suku Muna dalam prosesi kematian.
Ritual-ritual diatas dilakukan untuk memindahkan arwah allmarhum dari alam kealam, yatu dari alam syahiri, bradja, alakad, asman, arwah, sampai kea lam istisan Yang diadakan dengan baca-baca dilakukan dengan cara bakar-bakar dupa yang dipimpi oleh tokoh masyarakat atau lebe (bahasa muna) untuk mengirimkan doa agar semoga arwah mendiang atau allmarhum dapat tempat yang layak di pangkuan yang Maha kuasa. Tetapi perkembangan-nya ritual-ritual ini telah dipengaruhi kebuayaan islam karena setiap pelaksanaannya ritual-ritual ini diadakan dengan acara tahlilan dan pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an.
Pada masyarakat suku Muna, yang berhubungan dengan kematian ada pula yang di kenal dengan nama kabhotu atau seratus hari setelah penguburan. Ritual ini di adakan dengan makna dipindahkannya arwah allmarhum kealam istisan. Kabhotu artinya pemutusan yang maksudnya diputuskannya hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang hidup. Karena, tidak ada lagi hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang masih hidup. Ritual Kabhotu ini pula merupakan ritual terakhir yang dilakukan masyarakat suku Muna dalam prosesi kematian.
Ritual-ritual diatas dilakukan untuk memindahkan arwah allmarhum dari alam kealam, yatu dari alam syahiri, bradja, alakad, asman, arwah, sampai kea lam istisan Yang diadakan dengan baca-baca dilakukan dengan cara bakar-bakar dupa yang dipimpi oleh tokoh masyarakat atau lebe (bahasa muna) untuk mengirimkan doa agar semoga arwah mendiang atau allmarhum dapat tempat yang layak di pangkuan yang Maha kuasa. Tetapi perkembangan-nya ritual-ritual ini telah dipengaruhi kebuayaan islam karena setiap pelaksanaannya ritual-ritual ini diadakan dengan acara tahlilan dan pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an.
Sumber
:
http://geografipage.blogspot.com/2014/03/ritualkematianmuna.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar